Sebagai manusia yang memiliki kehidupan bermasyarakat, biasanya tidak lepas dari hal-hal yang disebut marginalisasi. Sederhananya marginalisasi merupakan proses peminggiran atau batasan-batasan yang dilakukan oleh mereka yang memiliki kuasa atas kelompok tertentu dengan tujuan untuk membuat orang-orang yang terpinggirkan tersebut merasakan ketidak nyamanan.
Kelas sosial yang terjadi di masyarakat, merupakan salah satu fenomena yang sudah tidak asing lagi. Adanya stratifikasi sosial yang mencetak lapisan beberapa kelompok bertingkat, dan terciptalah kaum atas dan rendah.
Jika membicarakan orang-orang kecil biasanya yang akan terbesit adalah mereka yang kumuh, tidak berpendidikan pemalas dan terjebak dalam lingkar setan. sedangkan nyata yang tidak di ketahui semua orang adalah orang-orang kecil pekerja keras :
"Panggil saja nadin, ia bercerita tentang satu pasang kasih paman tua dan perempuan lembut yang ia lihat tidak pernah tidur meski badan terbaring. Paginya disambut dengan macam-macam rempah ditangannya, menyiapkan dagangan yang diharap habis sebelum petang, tidak lain dengan si paman tua, ia bergegas menyiapkan angkong dan motor bututnya mengejar satu, dua lahan pohon sawit. tidak ada yang tahu mereka berangkat dengan perut belum terisi berharap pulang mendapat rezeki untuk sarapan di jam malam bersama keluarganya".
Kisah ini memperlihatkan sisi pekerja keras dari orang-orang kecil yang tidak sempat memikirkan takar karbohidrat, dan gizi yang baik untuk keturunan mereka.
Bahwa yang tidak diketahui, jarang dari mereka dapat memahami batin dari orang-orang kecil yang menjerit terkadang ironis pun inspiratif, banyak yang menganggap orang-orang kecil mengambil jalan hidupnya atas logikanya yang kecil. Padahal tidak ada yang menginginkan jika menjalani hidup yang dianggap musibah setiap harinya. Orang-orang kecil ini juga ingin menggapai pencapaian dalam hidupnya meski mustahil dan berjalan dua kali lipat.
Terciptanya narasi yang menggambarkan "kemiskinan". Melabelkan orang-orang kecil ini adalah pemalas, sehingga patut bagi mereka dianggap kecil agar mau bekerja keras.
...
Siang itu Nadin pulang dengan membawa prestasi di tangannya.
"Bu Nadin menang lomba, alhamdulilah bisa menjadi perwakilan kabupaten". Tetapi hening, tidak ada sahutan dari bapak maupun ibu. Menyedihkan bukan?, Pulang membawa prestasi indah dengan harapan sambutan apresiasi dari bapak dan ibu, tetapi lain kenyataannya ia harus kembali pada dunianya bekerja lagi, semata-mata rupiah adalah alasan yang tepat untuk menunjang keberlangsungan hidup. Meski iya
Kisah ini menggambarkan bagaimana ketidak beruntungan orang-orang kecil, sehingga perlu bekerja dua, bahkan tiga kali lipat untuk mewujudkan pencapaian yang diinginkan, merangkak pelan menghapus sedikit demi sedikit stereotip bahwa orang-orang kecil dianggap gagal dalam merencanakan kehidupan yang layak.
...
Tetapi tidak dengan tekad mereka. Oang-orang kecil ini berusaha memanfaatkan dengan baik harta yang mereka punya, yaitu sumber daya hidupnya adalah tenaga dan otaknya yang mampu berkembang, "Tenagamu adalah sumber dayamu". Bekerja sama dengan Tuhan, bekerja keras meretas struktural kemiskinan yang ada di hidup mereka.
Penulis hanya ingin menegaskan bahwa, dari sekian fakta yang membeberkan "Orang miskin akan tetap miskin", adalah tidak sedikit juga dari mereka yang 'ambisius' meski dalam keterbatasan, harapannya adalah dapat memperbaiki pola hidup agar kemiskinan tidak Lestari pada kehidupan mereka (orang-orang kecil).
Tidak punya apa-apa bukan berarti tidak punya pilihan bukan?.
Penulis: Oktavia Dwi Lestari
Editor: Oktavia Dwi Lestari
Pimred: Ahmad Maryono S.Pd