Formasta

Dilema Mahasiswa Rantau; Lulus Memilih Pulang atau Menetap Jadi Pilihan

Literasi Mahasiswi Sumatera
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 

Belum lama saya mendengar ungkapan dan menangkap keresahan dari beberapa teman mahasiswa rantau semester akhir terkait rencana setelah lulus kuliah. Keresahan mereka ini sekaligus menjadi rencana dari aktivitas apa yang akan mereka lakukan esok hari. Bersiap memilih boyong atau meneruskan studi, alih-alih belum siap untuk pulang. 

Beberapa alasan yang mereka lontarkan ini bukan karena kebingungan tanpa tujuan. Ketika memilih pulang kampung muncul pertanyaan; apa yang harus dilakukan nanti. Adapula sebab merasa belum tuntas dalam proses belajar dan masih banyak yang harus dipelajari dari minat bidang studi. 

Kebingungan lain juga muncul ketika beberapa teman tiba-tiba melontarkan pertanyaan, “sok, domisili netep ning Jowo opo muleh? (besok, domisili tetap di Jawa atau pulang, red?). Pertanyaan ini terkadang membuat si penjawab kebingungan bahkan mengundang perasaan dilematis. 

Atau jangan-jangan dari beberapa alasan di atas agak tragisnya- ini merupakan faktor dari kenyamanan tinggal di tanah rantau ketimbang kampung halaman. Seakan terlena mendapatkan kenyamanan lain karena telah lama tinggal di tanah rantau.

Merantau Bagi Masyarakat Indonesia

Hakikatnya merantau merupakan tradisi masyarakat pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari misi, sumber ekonomi, mengetahui lingkungan luar, mencari ilmu, yang jauh dari kampung halamannya. Dalam artian merantau menjadi upaya seseorang memperbaiki kehidupan dan memenuhi kebutuhan hidup. Lebih dari itu, merantau juga merupakan bentuk tanggung jawab seseorang terhadap keluarga, masyarakat, dan membangun kampung halaman.

Mulai nenek moyang sampai orang tua, merantau sudah menjadi tradisi beberapa suku di Indonesia. Beberapa di antaranya seperti Bugis, Banjar, Batak, Jawa, Madura, Sunda, Padang, dan sebagainya. Akan tetapi, meskipun saat ini hampir semua masyarakat dari berbagai suku merantau, suku Minangkabau lebih fenomenal akan tradisi merantau ini. 

Adat dan budaya Minangkabau mengajarkan anak mudanya untuk merantau dan mendorong mereka untuk kembali ke kampung halaman dengan membawa sesuatu. Baik harta ataupun pengetahuan sebagai simbol keberhasilan dirinya selama merantau. 

Selain merantau berkaitan dengan upaya memperbaiki kehidupan dengan pengalaman yang didapat, saat merantau itulah terjadi proses pertumbuhan psikologis yang sedang berlangsung dalam diri seseorang. Orang yang merantau pastinya akan bertemu dengan berbagai macam orang dari daerah yang berbeda-beda. Maka di situ akhirnya terjadi proses pembentukan karakter kepribadian seseorang dalam menyikapi keberagaman yang ada. 

Mempertimbangkan Esensi dan Pilihan

Tidak jauh berbeda dengan masyarakat, anak muda juga tak kalah banyak memilih merantau untuk mencari ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan serta pengalaman. Termasuk di Indonesia, lembaga pendidikan formal maupun non formal, perguruan tinggi, pesantren, maupun lembaga kursus minat dan bakat yang tersebar di berbagai pulau terutama Jawa banyak digandrungi anak muda. 

Termasuk bagi mahasiswa rantau yang lulus kuliah seringkali mengalami pilihan dilematis. Antara harus pulang kampung, memilih meneruskan studi sembari bekerja dan mencari pengalaman lain sampai akhirnya nanti akan siap untuk harus boyong atau menetap di wilayah perantauan.

Sebagai mahasiswa perantau, suatu hari saya teringat nasihat salah satu kiai di kampung- yang kebetulan sedang berada di Jawa. Dan lantas kemudian saya dan teman-teman bergegas menemui kiai tersebut. Beliau memberi nasihat yang menegaskan bahwa sebagai pelajar nikmatilah dulu perjalanan mencari ilmu, kejar jenjang pendidikan sampai tuntas, tetapi jangan lupa untuk pulang ke kampung halaman membawa sesuatu yang dapat dibagikan kepada masyarakat. 

Merujuk pada nasihat kiai tersebut berkaitan pula dengan pendapat Mukhtar Naim dalam Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau bahwa merantau sesungguhnya bukanlah bermakna meninggalkan kampung halaman selamanya. Akan tetapi, orang yang merantau ditujukan untuk memperbaiki taraf kehidupan menjadi lebih baik dan suatu saat mereka akan kembali untuk mendorong kesejahteraan kampung halaman.  

Maka dari itu, kembali ke kampung halaman sejatinya menjadi upaya kita ‘berbakti’ kepada kampung dengan membangun sumberdaya di dalamnya. Meski begitu, pasti dari diri masing-masing memiliki pilihan dan terkadang dari pilihan tersebut terbentur faktor yang menyebabkan perantau tidak bisa kembali ke kampung halaman. 

Kalaupun demikian, kita juga musti harus menyadari bahwa tidak semestinya kita melupakan kampung halaman. Menengok kampung halaman sesekali juga menjadi salah satu upaya untuk tetap menjaga interaksi dan keterhubungan dengan masyarakat kampung sebagai sesama saudara di tanah kelahiran.


penulis : Ni'am Khoirotul Asna

Editor : Oktavia Dwi Lestari

pimred : Ahmad Maryono S.Pd







Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi