Literasi Mahasiswa Sumatera Pascasarjana UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung |
ForMASTA Tulungagung - Misteri waktu seolah salah satu hal yang menarik untuk diperdebatkan sampai hari ini. Suatu pembahasan yang belum bisa disepakati bersama, itulah fitrah manusia yang memiliki perbedaan dalam memandang suatu kebenaran.
setidaknya ada tiga pembagian waktu, yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Ada yang mengatakan, masa lalu adalah kenangan, masa kini adalah kenyataan dan masa depan adalah misteri.
Namun agustinus membantah hal itu, seorang filosof dengan teori etisnya mengatakan bahwa sesungguhnya waktu itu hanyalah masa kini, masa lalu dan masa depan itu tidak ada, itu hanyalah sebuah ilusi.
Ketika plato dan aristoteles menghitung waktu dengan cara menghitung gerak benda benda, gerakan bintang, matahari dan sebagainya, namun justru agustinus mengajarkan hal yang berbeda.
Agustinus memberi sebuah ilustrasi kisah yosua, seorang nabi setelah nabi musa yang dikenal dengan nabi yosua bin nun. Setelah nabi musa meninggal, nabi yosua lah yang melanjutkan perjuangan nabi musa.
Dialah yang menaklukkan kan’an, yaitu daerah yang sekarang meliputi palestina, lebanon dan yordania. Suatu hari ia ingin perang menaklukkan suatu tempat yang agak jauh. Dia berjalan kaki dan waktu agak sore.
Dia sempat galau, mungkin karena hari itu hari jum’at. Menurut tradisi yahudi, hari sabtu tidak boleh melakukan apapun seperti hari jum’at dalam tradisi islam. Ia sempat khawatir karena pasukannya sangat semangat untuk melakukan perang.
Jika ditunda sampai minggu maka ia akan kalah karena semangat pasukan keburu turun. Singkat cerita ia meminta Allah untuk menghentikan perputaran matahari untuk hari itu, setidaknya sampai mereka menyelesaikan peperangan.
Akhirnya Allah mengabulkan doa tersebut dan pasukan nabi yosua dapat memenangkan pertempuran. Karena pada zaman dahulu ketika matahari tenggelam maka perang harus dihentikan.
Kembali pada teori agustinus soal waktu, seharusnya ketika matahari berhenti maka waktu juga berhenti. Nyatanya tidak, perang tetap berlanjut. Hal ini yang membantah teori waktu ditentukan oleh gerak alam semesta.
Sehingga sampailah pada kesimpulan agustinus bahwa kunci waktu adalah mental manusia. Manusia sendirilah yang mengklasifikasi waktu. Yaitu mengingat masa lalu, menikmati masa kini dan membayangkan masa depan.
Namun teori agustinus tidak sampai disitu saja, dia membagi dua klasifikasi waktu. waktu objektif dan subjektif. Waktu objektif itu seperti kalender, jam tangan dan lainnya, sedangkan waktu subjektif itu yang dirasakan manusia.
Kita sering terjebak pada ketakutan atas hantu masa lalu yang membuat takut untuk melangkah ke depan. Padahal masa lalu itu sebenarnya tidak ada, dia hanya sebuah kenangan yang tidak pantas menghantui setiap langkah.
Begitu juga dengan masa depan yang tidak bisa diprediksi. Sebuah kekhawatiran tanpa arah dengan membayangkan kejadian masa depan. Mungkin ini yang membuat banyak galau atau over thinking.
Dalam urusan ini, sepertinya teori agustinus sangat baik untuk dikerjakan. Agar kita tidak memikirkan sesuatu yang tidak ada seperti masa lalu dan masa depan, sedangkan kita tidak fokus dengan kejadian hari ini.
Masa kini tidak perlu dipikirkan namun harus dikerjakan, karena otak manusia hanya bisa mengakses masa lalu dan masa depan. Tidak perlu berpikir berlebihan untuk sesuatu yang tak pasti adanya.
Allah memerintahkan kita untuk berusaha, tidak untuk hidup dalam bayang-bayang masa lalu dan kekhawatiran di masa depan. Biarlah tuhan yang mengatur semuanya.
Manusia sehat itu, “menatap masa lalu tanpa ketakutan, menghadapi masa kini dengan kebahagiaan dan memandang masa depan dengan penuh harapan”.
Pimred: Ahmad Maryono S.Pd
Penulis: Nur Kholis S.Pd
Editor: Oktavia Dwi Lestari