Formasta

PSIKODRAMA

 

Literasi Mahasiswa Sumatera UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung


ForMASTA Tulungagung - Luka apa yang tak kunjung sembuh?, baik, menurut psikologi  luka yang tak kunjung sembuh adalah luka mental. Luka yang tak kunjung sembuh sangat berdampak besar bagi kehidupan seseorang, bahkan bisa saja memiliki jangka waktu seumur hidup. 


Sungguh kenapa kamu bisa hadir didunia ini, dan merusak sebagian populasi manusia yang seharusnya  berkembang?, tidakkah kau tau presentasi yang cukup besar, manusia yang kau sarangi terkadang sulit dalam menyesuaikan hidup.


Kau sering membuat seseorang berada dibawah payung hitam, berteduh sendirian terselimuti kabut, dan merasa kedinginan dan buta.  Apakah kau bisa pergi?


" Hei kenapa kamu begitu membenciku? kenali aku adalah inner child mu yang sudah rusak, rusaknya aku juga bukan karena kemauanku, akan tetapi rusaknya aku disebabkan masa yang membuat dirimu amat terluka oleh orang-orang terdekatmu,tak apa jangan risau aku akan selalu hidup bersamamu, mendampingimu, maaf jika selalu membuatmu bingung disetiap kondisi tertentu ".


Apakah kita harus senantiasa bersahabat dengan inner child kita yang sudah rusak? 


Bait diatas  merupakan salah satu celotehan bagi anak-anak yang inner child nya terluka, lantas kita juga harus bisa membedakan  inner child kita dalam bahagia atau terluka. Inner child itu bukan penyakit namun sisi anak-anak yang terbentuk dari masa anak-anak dan terbawa hingga masa dewasa. Jadi yang membedakan adalah apakah inner child mu terluka atau bahagia ?.


Seseorang yang memiliki inner child yang terluka akan ketrigger dengan hal yang mirip masa kecilnya, misal seorang anak yang masa kecilnya sangat sering mendapatkan perlakuan keras dari orang tuanya, lalu seiring dewasa bertemu dengan orang lain yang membentak dirinya, dan  belum berdamai dengan inner child nya, maka seseorang tersebut akan dengan cepat menyimpulkan bahwa orang tersebut sama saja dengan orang tuanya, yang ditinggal pergi orang tuanya sejak kecil, setelah dewasa ia akan merasa bahwa hidup sendirian itu lebih baik. Baik kita fahami dulu diri kita kemudian orang lain.


Jika inner child itu terjadi pada kita, patut untuk kita bersahabat dengannya, melatih emosional, dan menerima apapun yang sudah terjadi dengan ikhlas, kalau kata orang jowo adalah legowo. Berterimakasih kepada diri kita atas semua pencapaian walau terkadang tidak sesuai dengan keinginan. Ingat menjadi dewasa bukan berarti kita tidak boleh sedih, marah, menangis, atau merengek-rengek seperti anak-anak,  tapi poin utama disini adalah kita, sebagai individu yang dewasa kita harus bisa menomor duakan ego kita, dan tidak semua masalah berkaitan dengan inner child.


Tingkat dewasa seseorang tidak diukur dengan tuanya umur, namun kedewasaan itu akan terbentuk dari bagaimana seseorang tersebut menyikapi setiap masalah yang hadir didalam dirinya.  Setiap kejadian adalah pelajaran, inner child bukan suatu beban, bukan suatu masalah, ia adalah jiwa kedua , jika suatu saat yang mempunyainya bisa bersahabat dengannya, maka ia akan menjadi penguat dari setiap langkah dan goresan hidupnya.


Semangat kalian semua hebat..!




Penulis : Endang Fitriani

Editor : Endang Fitriani

Pimred : Ahmad Maryono, S.Pd.




Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi