Formasta

Menghargai Apa yang Dimiliki: Cara Terbaik Meraih Keharmonisan Diri di Tengah Standar Kecantikan Yang Mengikat

 



ForMASTA Tulungagung-Berusaha memberikan hasil terbaik dari segala hal yang dilakukan, seperti afirmasi positif yang selalu menjadi sarapan pagi-pagi ini. Kehendak siapa yang ingin mengalami kegagalan, kekurang dalam kehidupannya?, Bahkan untuk mencapai bentuk harmonis dalam diri, segala penyesuaian baik dari yang se-sederhananya menghirup udara pun berusaha untuk diwujudkan.


Melihat bagaimana mulianya manusia hidup dengan kemenawanan rupa berkulit putih, rambut hitam lebat yang di definisikan "cakep" sebagai standarisasi hidup damai, dimana hal ini sebab dari salah satu faktor penjajahan publik yang setiap hari kita dijejali dengan figur-figur yang dipertontonkan untuk membentuk pola pikir "Budaya konsumtif": sebagai bentuk dari pola pikir yang merujuk pada satu tujuan. 


Hingga tanpa disadari, seperti membuat manusia jauh dari rasa bersyukur, dari apa yang Tuhan berikan.


Menurut Mike Robbins dalam bukunya yang berjudul be yourself, berulang kali menyatakan bahwa tiap manusia di dunia ini terlahir otentik. Tidak ada rupa maupun karakter dalam jiwa seseorang yang bisa diduplikat oleh orang lain, sekalipun keduanya adalah kembar identik.


Dari sini menjadi gambaran, suka tidaknya jika ungkapan "Cantik itu relatif", sebenarnya memang benar. Karena mengenai standar cantik, idealnya tidak bisa kita tentukan, bukan dengan sosok yang berbadan langsing dan lainnya, jika begitu bisakah kita menghakimi bahwa yang berbadan gendut jelek?. Tentu saja tidak.


Jika diandaikan beberapa manusia di bumi ini dapat menyadari hal-hal kecil seperti ini, dengan tenang hal ini dapat menolong-nya dari korban figur Iklan dan trend yang ditawarkan oleh zaman. Perlu kita ingat juga, bahwa segala hal yang dihidangkan oleh zaman kekinian per-hari ini, tidak semuanya cukup untuk di adaptasi dan diterapkan secara keseluruhan.


Demi menjadi berbeda dengan yang lain, kemudian menghilangkan kepercayaan diri kita, alih-alih menjadi minder (Tidak percaya diri), yang sebenarnya adalah suatu bentuk ketidaksadaran terhadap kepemilikan potensi yang sebenarnya bisa di unggulkan, bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.


Memenuhi standarisasi hidup yang dibentuk masyarakat maka tak akan ada selesainya.


lalu, sampai kapan kita akan terus tidak percaya terhadap diri sendiri, yang sebenarnya sudah tuhan ciptakan sesempurna mungkin sebagai hamba.


Untuk mencapai keharmonisan dalam menerima diri sendiri, kita memerlukan banyak-nya asupan imun sebagai tameng untuk mengenali kapasitas diri kita, menerima dan berdamai dengan kekurangan diri kita. Dengan begitu agar jiwa kita tergugah untuk tidak mengutuki diri sendiri terlebih mengkufuri nikmat tuhan.


be yourself and never surrender guys.


Penulis: Oktavia Dwi Lestari

Editor: Oktavia Dwi Lestari

Pimred: Ahmad Maryono, S.Pd.




Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi