Formasta

MENJADI PEREMPUAN

 




ForMASTA Tulungagung - Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, tak lain keberpasangan yang dapat mengandung kesinambungan perbedaan dan persamaan antara satu sama lain. Dan perempuan, merupakan salah satu dari jenis kelamin yang tuhan ciptakan sebagai hamba. Adalah topik abadi dan menjadi objek subur yang kerap didiskusikan.

Pun adakalanya, perempuan dianggap sebagai batu ujian bagi orang-orang yang saleh. Keelokan dan kehebatannya menjadi nutrisi yang diserap oleh suami, anak-anak, dan dipeluknya masyarakat. Namun, jika sebaliknya maka tak lebih buruk yang diterima.

Maka, perlu kita akui bahwa bias pandangan masyarakat lama terhadap perempuan masih memiliki sisa hingga kini, menggaris bawahi adanya kepincangan dalam kenyataan masyarakat.

"Melesat tinggi dianggap mengakangi, menunduk dianggap tak berdaya, tempat perempuan adalah rumah, perempuan dinilai sebagai alat-alat keberhasilan iblis dalam menggoda manusia".

Beberapa hal tersebut merupakan bagian kecil dari macam bias gender yang masih melenggang di beberapa masyarakat.

Lalu upaya apa yang haru dilakukan?.

Meski, jika kita bandingkan pemberdayaan perempuan di masa sekarang dengan perempuan periode pra-kemerdekaan, sudah jauh berkembang. Kita dapat melihat bagaimana pesatnya eksistensi perempuan saat ini meski satir dari bias-bias patriarki di beberapa tempat masih melekat.

Kendati akan hal tersebut, bukan menjadikan kita "perempuan" merasakan puas dari hak-hak kepemilikan dan lain sebagainya, yang sebelumnya diperjuangkan. eksistensi perempuan tetap menjadi upaya untuk  meminimalisir stereotip "perempuan".

Hal tersebutlah yang menjadi PR bagi kita semua "perempuan". Bukan berarti ketika kran Demokrasi memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk berperan aktif  mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, kita malah menjadi individualis akan dasar hak manusia yang dimiliki.

Baik, sebelum mengakhiri tulisan ini penulis ingin memberikan satu rekomendasi film yang teman-teman bisa tonton (bersama teman, do'i, keluarga), yaitu Drama jepang yang berjudul : The full time wife Escapist. Bagaimana satu pesan dari drama ini mendiskusikan ketika sang ibu rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan, apakah sang suami atau sang ayah harus menggajinya sesuai dengan peraturan?. Dan pula Pandangan bagaimana memperlakukan perempuan di sebuah keluarga entah sebagai ibu rumah tangga atau perempuan yang memiliki pekerjaan (rekom film ini penulis dapatkan dari komentar di yt tapi lupa laman-nya, silahkan langsung tonton saja ya teman-teman, jika berminat).


Penulis : Oktavia Dwi Lestari
Editor : Endang Fitriani
Pimred : Ahmad Maryono, S.Pd.

Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi