ForMASTA Tulungagung - Tuhan menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, tak lain pasangan yang dapat mengandung kesinambungan perbedaan dan persamaan antara satu sama lain. Dan perempuan, merupakan salah satu dari jenis kelamin yang tuhan ciptakan sebagai hamba. Adalah topik abadi dan menjadi objek subur yang kerap didiskusikan.
Pun adakalanya, perempuan dianggap sebagai batu ujian bagi orang-orang yang saleh. Keelokan dan kehebatannya menjadi nutrisi yang diserap oleh suami, anak-anak, dan masyarakat. Namun, jika sebaliknya maka tak lain lebih buruk yang diterima.
Maka, perlu kita akui bahwa bias pandangan masyarakat lama terhadap perempuan masih memiliki sisa hingga kini, menggaris bawahi adanya kepincangan dalam kenyataan masyarakat.
"Melesat tinggi dianggap mengakangi, menunduk dianggap tak berdaya, tempat perempuan adalah rumah, perempuan dinilai sebagai alat-alat keberhasilan iblis dalam menggoda manusia".
Beberapa hal tersebut merupakan bagian kecil dari macam bias gender yang masih melenggang di beberapa masyarakat.
Lalu upaya apa yang harus dilakukan?.
Meski, jika kita bandingkan pemberdayaan perempuan di masa sekarang dengan perempuan periode pra-kemerdekaan, sudah jauh berkembang. Kita dapat melihat bagaimana pesatnya eksistensi perempuan saat ini meski satir dari bias-bias patriarki di beberapa tempat masih melekat.
Kendati akan hal tersebut, bukan menjadikan kita "perempuan" merasakan puas dari hak-hak kepemilikan dan lain sebagainya, yang sebelumnya diperjuangkan. Eksistensi perempuan tetap menjadi upaya untuk meminimalisir stereotipe gender.
Hal tersebutlah yang menjadi PR bagi kita semua "perempuan". Bukan berarti ketika kran Demokrasi memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk berperan aktif mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, kita malah menjadi individualis akan dasar hak manusia yang dimiliki.
Penulis : Oktavia Dwi Lestari
Editor : Endang Fitriani
Pimred : Ahmad Maryono, S.Pd.
Tags:
populer