Nyaminingsih |
Dilihat dari sudut pandang etimologi etika bermula dari kata ethos (yunani) yang memiliki arti tradisi atau istiadat. Etika tertulis di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) dimaknai serupa dengan ilmu yang membahas mengenai persoalan positif dan negatif atau ilmu yang berkaitan dengan kewenangan dan peranan moral. secara istilah menurut Ahmad Amin (1996), etika merupakan disiplin ilmu yang menerangkan persoalan positif dan negatif, mengungkapkan kehendak manusia yang menjadi tujuannya dalam melakukan tindakan, serta memberikan arahan yang semestinya dilakukan.
Di lingkup dakwah, etika dapat dijadikan semacam fasilitas penyesuaian bagi upaya pendakwah untuk menanggapi persoalan yang esensial tentang “bagaimana harus hidup dan berperilaku”. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa kajian tinjauan tersebut berkaitan dengan etika dakwah yakni etiket umum dalam takrif agama, apa dan bagaimana semestinya suatu etika dakwah menyatu dalam karakter da’i secara eksklusif serta terhadap organisasinya secara konvensional.
Pembahasan mengenai etika juga dijelaskan didalam al-Qur’an begitu juga dengan etika seorang da'i dalam melaksanakan aktivitas dakwah. Adapun penjelasan etika dakwah dalam al-Qur’an ialah ikhlas yang terdapat dalam surat (al-Bayyinah: 5), sepadan antara ucapan dan perbuatan dalam surat (ash-Shaff: 2-3), lemah lembut dalam surat (Ali Imran: 159), dan bekecil hati kepada Allah SWT dalam surat (al-Mu’minun: 57-61). Kemudian akan diulas secara keseluruhan dari ayat-ayat tersebut yang sudah ditafsirkan. Pertama, berdakwah dengan hati yang ikhlas. Berdakwah dengan hati yang ikhlas berarti segala sesuatu hasil yang di peroleh dari kegiatan dakwah entah berupa imbalan duniawi seperti materi, efek, ketenaran, pujian, dan sebagainya itu tidak diperhitungkan. Kedua, sepadan antara ucapan dan perbuatan.
Dalam melakukan kegiatan dakwah seorang dai harus menyelaraskan antara apa yang disampaikan (diucapkan) dengan perbuatan. Hal ini juga sudah diperjelas dalam al-Qur’an surat Ash-Shaff ayat 2-3. Ketiga, lemah lembut dalam berdakwah. Sikap dan etika Nabi Muhammad SAW terhadap orang yang belum mengetahui Allah SWT ialah dengan lemah lembut begitu juga dalam aktivitas dakwah beliau. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 159. Keempat, disertai rasa takut kepada Allah dalam berdakwah. Dalam berdakwah perlu adanya rasa takut terhadap Allah SWT sebab rasa takut kepada Allah termasuk salah satu sifat orang yang imannya sangat kuat. Dengan itu mereka senantiasa mengharapkan ridhlo Allah.
Emha Ainun Nadjib atau dikenal dengan sebutan Cak Nun seorang yang terkenal dengan intelektual muslim Indonesia. Meskipun beliau kerap kali berupaya untuk menolak predikat-predikat semacam itu yang disandangkan kepadanya. Cak Nun enggan disebut dengan predikat tersebut dan memilih selalu menyebut dirinya sebagai orang biasa dan suka berkawan, bersaudara, kepada semua orang. Pada Faktanya, Caknun tercatat sebagai pemikir yang memiliki berbagai karya serta aksi aksinya yang positif di masyarakat. Caknun berkelahiran Jombang, 27 Mei 1953, dan dalam hidupnya sudah menulis banyak buku. Sebagian bukunya merupakan buku puisi atau syair-syair, yang ada beberapa dijadikan menjadi lirik lagu bersama grup musiknya yakni Kiai Kanjeng. Kiai Kanjeng merupakan grup musik di forum maiyah.
Cak Nun berdakwah dengan cara pengajian-pengajian yang disebut dengan Forum Maiyah, Dan para mad'u atau mereka yang ikut dalam pengajian disebut Jamaah Maiyah. Forum Maiyah memiliki arti kebersamaan jika diterjemahkan dalam terjemah bebas, dan dilaksanakan satu bulan sekali pada sejumlah kota. Namun forum ini memiliki nama sesuai dengan kultur dan kearifan lokal masing-masing daerah. Misalnya, sebutan Bang-Bang Wetan di Surabaya, Padhang Mbulan di Jombang, Mocopat Syafaat di Yogyakarta, Kenduri Cinta di Jakarta, Obor Ilahi di Malang, Paparandeng Ate di Maakassar dan sebagainya.
Caknun seorang intelektual bukan hanya isapan jempol semata, terdapat bukti yang menunjukan bahwa caknun memang seorang intelektual muslim. Buktinya karya-karya yang dihuat oleh beliau ini bermuatan religiositas dengan nuansa islam. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa beliau seorang intelektual muslim, tentunya beliau ini memiliki banyak karya. Dengan berkolaborasi bersama grup music Kiai Kanjeng Caknun menyenandungkan sholawat pada banyak panggung di setiap penjuru tanah air. Tidak hanya itu, beliau juga kerap berdakwah atau menyampaikan pesan-pesan keislaman.
Dakwah ialah seruan atau ajakan kepada kebaikan untuk tujuan beriman terhadap Allah SWT. Secara bahasa dakwah mempunyai pengertian annida berarti memanggil atau menyeru. Dijelaskan dalam firman Allah surah Yunus ayat 25 seperti berikut : Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga) dan menunjuki orang yang dikehendaki- Nya kepada jalan yang lurus. Dakwah ditujukan dengan harapan penerima dakwah bisa meningkatkan kualitas keimanan yang dimiliki, menyebarkan dan memperluas agama islam , menegakkan agama islam pada setiap insan, yang intinya membawa kebaikan untuk umat manusia. Dilihat dari segi umum maupun khusus dakwah sendiri memiliki tujuan yang beragam. Secara khusus tujuan dakwah bisa seperti : Menyeru pada setiap makhluk agar senantiasa meningkatkan iman dan taqwa yang dimiliki pada setiap mukmin yang sudah beragama islam.
Dakwah dibutuhkan agar iman yang dimiliki tetap terjaga , mencegah dari perbuatan yang tercela, menjadi penenang bagi setiap jiwa. Tujuan dakwah kepada orang yang baru memeluk agama islam (mu’allaf) dengan memperkuat rasa iman kepada Allah SWT, mengenalkan agama islam lebih dalam, serta dapat diajdikan sebagai arahan dan pengetahuan islam. Khusus kepada orang yang masih belum beriman diatas agama islam, dakwah dijadikan sebagai ajakan untuk memeluk agama Allah ini. Dakwah menjadi didikan kepada kaum remaja sebagai pengingat agar tidak menyelewang dari aturan yang telah ditetapkan oleh agama islam.
Cak Nun dan Kiai Kanjeng sering memulai aksinya di panggung dengan menyenandungkan lagu Khususnya sholawat. Menyenandungkan sholawat tidak hanya mereka lakuakan saat di awal kegiatan saja namun juga kerap dilaksanakan di sela acara untuk mengisi waktu. Forum Maiyah ini diadakan secara rutin, ada yang tanpa melalui undangan tertentu dan ada yang berdasarkan undangan. Akan tetapi ada maupun tidaknya undangan tidak memengaruhi jadwal kehadiran Forum Maiyah di kota-kota yang sudah rutin mengadakan acara ini dari dulu.
Cak Nun dalam berdakwah tidak hanya memosisikan diri secara keseluruhan sebagai penyampai pesan. Namun beliau juga memersiapkan diri sebagai penerima pesan. Karena itulah, maka biasanya muncul interaksi antara da'i dan mad'u melalui percakapan yang terjadi secara spontan,karena timbul rasa akrab dan diselingi guyonan yang menambah kesan. Usaha Cak Nun dengan kalimat-kalimatnya yang interaktif tidak bisa dipungiri bisa membangun kedekatan dengan madunya. Dengan demikian, hadirin atau mad'u bisa untuk lebih gampang paham dan percaya pada apa yang disampaikan beliau. Cak Nun sendiri dalam berdakwah tidak memakai atribut artifisal keagamaan seperti sorban maupun jubah. Akan tetapi beliau lebih mengarah sebagai orang yang mempunyai retorika baik dan interaktif. Hal demikian bisa membuat para hadirin merasa dekat denganya.
Cak Nun merupakan seorang sosok da'i yang berupaya membangun kedekatan dengan mad'unya. Sehingga pihak yang menerimanya merespon dan menerima apa yang dikomunikasikanya secara positif. Selain membangun kedekatan dengan mad'u dengan interaksi, beliau juga berusaha menyentuh nilai-nilai kultural. Dengan sentuhan kultural yang diterapkan Cak Nun beliau bisa membuat mad'u tersentuh jiwanya. Beliau menembus aspek-aspek psikologis mad'u agar pesan yang diterima bisa meresap sampai rohaninya. Yang demikian tersebut bisa dikatakan sebagai fokus strategi dakwah yang sebenarnya. Yakni bisa membuat mereka yang diajak menuju jalan yang benar dan dengan tulus mengikuti jalan tersebut.
Cak Nun juga mengedepankan pendekatan kultural, seperti membawa nilai-nilai budaya atau kearifan lokal sebagai media dakwah. Beliau memang melakukan pendekatan kultutal yang berbedai dengan para walisongo yang memakai seni budaya musik tradisional maupun wayang. Pendekatan kultural Cak Nun yakni soal gaya bahasa. Gaya bahasa dan materi yang dikemukakanya kepada mad'u maupun lawan bicara selalu berusaha untuk selaras dengan budaya setempat. Contohnya saat beliau berdakwah di Surabaya, maka beliau akan menggunakan bahasa dan istilah Surabaya.
Tulungagung, 08 November 2021