Kemunduran Mahasiswa Dalam Literasi - Ketua ForMASTA 2017 Bang RE |
Mungkin saja kita pernah mendengar kalimat-kalimat yang menggelegar saat kita menjadi mahasiswa baru, mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa adalah agen kontrol, dan mahasiswa adalah maha diantara siswa! Kalimat itu sempat menyihir kita sebagai mahasiswa baru pada waktu itu, tapi sayang, saat ini kalimat itu tak lagi sakti, bahkan sebatas meme saja dikalangan mahasiswa.
Perkembangan hidup yang semakin modern kini melahirkan karakter baru dikalangan mahasiswa, lebih tepatnya perkembangan tersebut adalah tantangan bagi para mahasiswa saat ini. Bagi mahasiswa yang tidak dapat mengikuti dan menyikapi perkembangan dunia yang semakin modern ini, kemungkinan dia akan segera dihabisi oleh waktu, tertatih manakala kelak dihadapkan dengan dunia yang sesungguhnya.
Berikut salah satu bentuk-bentuk kemunduran mahasiswa:
Minimnya Minat Membaca
Mahasiswa yang dikenal sebagai sosok yang berbudi pekerti, kini semakin kehilangan jati diri. Kemunduran itu dimulai dari rendahnya minat membaca dikalangan mahasiswa. Sebagai seorang akademisi, sangat dipertanyakan statusnya apabila tidak memiliki minat membaca, sedang sumber ilmu pengetahuan yang sistematis adalah buku atau karya literasi.
Data UNESCO membuktikan bahwa minat baca indonesia hanya 0,001%, itu artinya kita berada pada peringkat nomor dua dari belakang, perbandinganya adalah setiap seribu orang berarti hanya satu yang giat membaca, hampir masuk kategori paling rendah, sungguh presentase yang memprihatinkan.
Menurunya Budaya Diskusi
Diskusi adalah lahan untuk mengasah kemampuan mahasiswa, termasuk hasil belajar dikelas dan membaca harunya didiskusikan kembali agar melatih daya nalar kritis dan responsif. Sayangnya, budaya diskusi hari ini tidak lagi diminati, mahasiswa lebih memilih untuk piknik, bermain HP, bahkan berkumpul ria, pokoknya banyak teman dianggapnya sudah belajar banyak.
Dalam hal ini, statistik dunia menunjukan bahwa minat diskusi mahasiswa saat ini berbanding lurus dengan presentase minat baca dan literasi. Penurunan tersebut merupakan keprihatinan bersama yang perlu diperbaiki. Diskusi bukanlah sekedar berkumpul banyak orang, lebih tepatnya diskusi adalah tindakan analisis yang argumentatif, teoritis, dan komprehensif.
Mahasiswa Banyak Yang Menjadi Korban Ideologi
Tidak sedikit mahasiswa yang terlihat sangat sibuk diorganisasi, mengikuti kegiatan, rapat sana sini, namun ketika diperhatikan lebih jauh, sebenarnya semua itu lebih banyak membuang waktu, atau kesibukan yang dilakukan tidak membuahkan hasil perkembangan yang signifikan terhadap dirinya.
Pada dasarnya, kata kunci dalam berorganisasi adalah produktif dan berkembang, lantas untuk apa berorganisasi jika tidak ada perkembangan, atau stagnan, bahkan banyak yang lupa terhadap tanggung jawab pribadinya sebagai orang yang berilmu.
Setiap organisasi tentu sangat baik, dan rekomendid sebagai wadah untuk berproses, hanya saja cara berorganisasinya yang perlu diperbaiki, cara berfikirnya dalam berorganisasi yang perlu dibenahi, arah dan pola belajarnya yang perlu dispesifikasikan.
Tidak sedikit mahasiswa yang belum bisa membuat makalah, tidak bisa berargumentasi, tidak memiliki tujuan jelas, bahkan terkadang lupa dengan mata kuliah yang besok akan dipresentasikan, dan masih banyak lagi contoh lain yang senada.
Perlu dipahami sebenarnya, sibuk belum tentu produktif, dan produktif juga belum tentu sibuk, tapi dalam hal ini yang terpenting adalah produktifitasnya. Bagaimana jadinya, jika mahasiswa memiliki segudang kesibukan, tapi pada dasarnya tidak membuahkan hasil.
Pada intinya, bukti nyata hasil dari berorganisasi sulit ditemukan indikatornya, tentu ini berkaitan erat dengan proses kaderisasinya yang kurang sehat selama berproses.
Lemahnya Budaya Literasi
Permasalahan terbesar mahasiswa adalah ketika melupakan literasi. Ketika mahasiswa sudah mulai meninggalkan budaya literasi, pada saat itu juga mahasiswa akan kehilangan jati diri.
Literasi tidak pernah berbicara tentang minat atau tidak, dan juga tidak berbicara tentang mood atau tidaknya seseorang. Literasi adalah wajib bagi setiap mahasiswa, pada dasarnya setiap jenjang perkuliahan yang mereka lalui adalah menggunakan literasi, lantas bagaimana mereka dapat menyelesaikan tugas-tgasnya selama ini ketika tidak mempelajari literasi?
Sangat sederhana, ketika mahasiswa tidak berliterasi, otomatis mereka akan mengerjakan tugas-tugas kuliahnya dengan cara asal-asalan. Belum lagi berbicara tugas akhir, pada dasarnya tugas akhir itu membutuhkan kemampuan mengolah kalimat dalam bentuk tulisan yang matang.
Jika mahasiswa sudah melakukan proses kuliahnya saja dengan cara asal-asalan, bagaimana dengan outputnya kelak, apakah ia bangsa ini akan dilanjutkan oleh generasi yang demikian?
Literasi disini termasuknya adalah menulis dan membaca, lebih jauh lagi menganalisis dan meneliti, atau bahkan dalam devinisi lain yang sifatnya masih senada. Organisasi, kampus, ataupun lembaga lainya yang di ikuti oleh mahasiswa sejatinya itu semua adalah wadah berproses.
Berangkat dari hal tersebut, kapasitas mahasiswa tidak ditentukan oleh oragnisasinya apa, atau bahkan tidak juga dengan kampusnya dimana, karna semua itu hanyalah sebatas pendukung. Poin penting yang paling mempengaruhi perkembangan diri adalah diri sendiri.
Segala bentuk kemunduran mahasiswa adalah bermula dari menurunya budaya literasi, diskusi, membaca, menulis, dan bahkan kajian yang berbasis penelitian. Beberapa pokok poin tersebut adalah pondasi yang utama didalam kalangan mahasiswa.
Luasnya pengetahuan yang didapatkan mahasiswa adalah melalui membaca, dengan membaca mahasiswa akan kaya akan literatur. Kemudian langkah selanjutnya adalah dengan cara didiskusikan, dengan menyalurkan kekayaan literaturnya dalam diskusi akan melatih perkembangan pengetahuan dan wawasan, serta menumbuhkan nalar kritis yang sehat.
Dan budaya menulis adalah alternatif untuk edukasi publik, mengamalkan pemahamanya melalui tulisan, setiap gagasan yang dimiliki dapat dipelajari oleh setiap orang, dan butiran-butiran ilmu yang dimiliki terarsipkan. Pasalnya, pengetahuan yang tidak dituliskan kelak akan hilang ditelan waktu.
Perkembangan ilmu pengetahuan bisa menjadi warisan hingga saat ini karna melalui tiga alternatif, yaitu literasi membaca dan menulis, serta diskusi atau penerapan. Semua adalah pilihan, tetapi pilihan yang dipilih akan melahirkan dampak bagi generasi mendatang.
Kini literasi sangat kurang diminati dikalangan mahasiswa, menulis dan membaca seolah sangat berat dilakukan, menulis satu halaman lebih berat dibandingkan bermain game atau sosial media yang memorsir waktu puluhan jam.
Makna mahasiswa semestinya mengarah kepada esensial, yaitu mengandung filosofi yang mendalam. Nilai kedalaman mahasiswa adalah perkembangan atau kematangan aspek koqnitif, afektif dan psikomotornya. Dengan begitu, mahasiswa memiliki dasar pengetahuan yang cukup, sikap yang matang atau adaptif, dan penerapan yang efektif dan efesien.
Aspek koqnitf, afektif, dan psikomotor akan tumbuh kembang dengan seimbang apabila tiga komponen tersebut menulis, membaca, dan diskusi atau peninjauan lang tersebut dilakukan dengan terus menerus.
Karena apabila ketiga poin itu tidak melekat dalam diri seseorang mahasiswa justru dapat melahirkan pribadi yang hedon atau angkuh, atau bahkan bisa dikatakan tidak bernilai solutif.
Setiap orang tentu memiliki cara atau jalan yang berbeda-beda dalam melakukan proses, namun bagi yang memiliki kesempatan untuk melakukan tahapan tersebut sebaiknya tidak berdalih dengan alasan yang dibuat-buat. Setiap capaian akan sulit diwujudkan apabila senantiasa diiringi dengan yang namanya alasan.
Niatkanlah dengan baik, dan lakukan dengan terus menerus, hingga kita lupa seperti apa rasanya malas, hingga kita lupa rasanya bosan, dan hingga titik darah penghabisan. Barang siapa yang berani mewujudkan cita-citanya, maka mereka tidak akan pernah takut untuk berkorban dan berjuang. Hidup mahasiswa!
Tulungagung, 09 November 2021