Formasta

Moderasi umat Islam Kala Pandemi

 

Okttavia Dwilestari

Islam moderat merupakan sikap keberagamaan Islam yang mengambil jalan tengah ( wasath ) antara dua paham atau batas yang ekstrem. Sudut pandang tersebut merupakan hasil dari pemahaman antar dialektika atau pemikiran Islam yang ada sebelumnya.

Secara kita sadari dalam kondisi pandemi ini kita telah menerapkan sedikit demi sedikit sikap moderat, salah satunya moderat dalam beragama seperti pertama, menghadapi kesulitan Covid-19 dengan kelapangan hati, dimana sikap sabar merupakan manifestasi keyakinan teologis (akidah) yang di implementasikan dalam sikap (Ahlak) dalam menghadapi praksis dihari-hari yang kita lalui.

Sembari kita patuh dari beberapa cara yang dianjurkan untuk pencegahan COVID-19 seperti memakai masker dan sebagainya, dari pihak pakar para ahli dalam COVID-19. Mereka bertugas untuk mengutamakan keselamatan manusia yang mana sesuai dengan kaidah fikih Dar'ul Mafasid Aula Min Jalbil Masholih atau menghilangkan kemudharatan itu harus didahulukan dari pada mengambil manfaat

Dimana para ahli dalam COVID-19 atau bisa saja disebut para nakes, mereka membantu mengurangi angka COVID-19 dengan Ekspansi bantuan harus ikhlas tanpa batas suku, agama, dan status sosial yang mana hal ini merupakan salah satu perwujudan dalam memperkokoh ukhuwah Islamiyyah, Basyariya, dan Wathoniyah.

Memahami fiqih merupakan salah satu yang menjadi prioritas. Dimana sebagai umat Islam yang bersikap moderat sudah semestinya mampu memahami mana-mana saja ajaran Islam yang wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Dapat mengetahui antara mana yang Fardu 'ain dan mana yang Fardu kifayah

Dengan memberikan kemudahan kepada orang lain dalam beragama. Ada sebuah istilah yeng menyebutkan bahwa agama itu mudah, tapi jangan dipermudah. Salah satu cerita zaman dahulu kala ketika mengutus Muadz bin Jabal dan Abu Musa al-Asy’ari ke Yaman untuk berdakwah, Nabi Muhammad saw. Beliau berpesan bagaimana kiranya mereka berdua tidak mempersulit dan memberikan kemudahan kepada masyarakat setempat

Namun yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari saat ini, potensinya manusia lebih memilih untuk berbuat jahat dari kebajikan yang saling berpacu. Bukan suatu hal yang naif pula jika menusia memiliki naluri berbuat kebajikan saling tolong menolong dalam kebaikan. Dimana sebagian besar manusia selalu ingin bermanfaat bagi orang lain. Tetapi dari hal positif terdapat dampak negatif yang sedikit besar, dimana terkadang mereka melakukan hal dari luar diri dalam artian bertikai yang merupakan bukanlah sifat dasar manusia yang mana potensi negatif muncul saat terpengaruhi bisikan setan ketika ego dan nafsu ingin berkuasa dan menonjolkan kelompoknya

Sejatinya manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal (QS Al-Hujurat: 13). Dari beragamnya suku, ras, budaya, bahasa, agama, dan lain sebagainya Indonesia tetaplah satu. Dimana dasar negara inilah yang dapat menyatukan beberapa keberagaman tadi, termasuk keberagaman dalam memeluk agama dan dalam mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

Indonesia memang bukan negara Islam. Namun, Indonesia sendiri dapat mengakui adanya enam agama yang tersebar dan memberikan hak luas kepada setiap pemeluknya, untuk melaksanakan ibadah dan ajarannya. Jadi, pada dasarnya sejak dulu Indonesia telah  memegang moderasi beragama.

Mengingat kembali dampak COVID-19 yang dirasakan oleh sebagian besar seluruh penduduk bumi, mulai dari menurunnya penghasilan, ditambah juga meningkatnya angka pengangguran terutama di Indonesia. Dari segala sesuatu yang terjadi entah itu baik buruk yang diberikan Allah SWT kepada hambanya pasti ada hikmah di balik peristiwa tersebut.

Setidaknya kita yang menjadi paruh elemen masyarakat dilingkungan untuk menurunkan ego masing-masing dan menerapkan protokol pencegahan infeksi COVID-19. Agar segera terelainya bencana ini, bukan hanya mengenai COVID-19 saja bahwa bumi kita ini memiliki waktu untuk istirahat dan mengembalikan keseimbanganya, dari eksplotasi alam yang berlebihan hingga membahayakan masyarakat

Namun keserakahan yang terjadi pada lingkungan masyarakat bukan hanya mengenai ekploitas sumber daya alam, ekonomi ataupun politik. Tapi juga mengenai keinginan manusia-manusia yang dominan hingga tidak memberikan ruang kepada orang lain, termasuk dalam dunia Islam.

Dimana kini jihad mengalami kristalisasi, yang awalnya makna jihad itu defentasi sifatnya, tetapi kini berubah menjadi offensif. Kita dapat meminjam istilah dari Cliford Gerts, menyatakan bahwa  agama yang menonjol saat ini adalah agama yang performatif, yang hanya ditonjol-tonjolkan terhadap orang lain. “Agama dasar adalah spiritualisme. Agama yang spiritual itu adalah agama yang indah, yang berjalan dengan tradisi, lokalisme, dan menerima keragaman. Seperti alam back to nature , agama juga harus back to basic ”.


Tulungagung, 28 Oktober 2021



Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi