Formasta

BERDAMAI DENGAN MENULIS

 

Ahmad Suherdi, M.Pd.

Dimasa pandemi virus corona ini, berbagai kegiatan banyak yang berubah. Dimulai dari bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan bahkan kita dianjurkan untuk tepat di rumah saja. Presiden menyuarakan sebuah kata yaitu “berdamailah dengan corona” yang berarti kita memulai kehidupan baru seperti memakai masker, rajin mencuci tangan dan menjauhi kerumunan agar mata rantai penyebaran virus corona tidak semakin meluas.

Banyak aktivitas produktif yang dapat dilakukan di rumah seperti halnya berkebun, membuat kerajinan atau bahkan kita bisa menulis. Ketika bapak presiden Jokowi menyuarakan kata “berdamai dengan corona” namun di dalam diskusi online via zoom dengan judul “serial medayoh online” bapak Dr. Ngainun Naim bersuara dengan kata “berdamai dengan menulis”. Saya memahami kata itu bahwa kita harus membiasakan diri dengan aktivitas menulis. Menulis tidak perlu ilmiah kata Dr. Ngainun Naim. Menulis bisa saja dilakukan seperti menulis perjalanan hidup, pengalaman di suatu tempat, atau kegiatan selama di rumah saja dan lain sebagainya.

Sarana yang paling mudah untuk menulis yaitu dengan buku tulis. Banyak buku tulis yang dijual di berbagai toko-toko alat tulis. Mungkin ketika menulis di buku ada rasa kurang pede dengan bentuk tulisan tangannya. Memang yang terpenting adalah isinya, akan tetapi ketika tulisan tangan tidak bisa dibaca maka hasil karya tulis kurang maksimal. Lalu alternatif apa yang bisa dipakai untuk menulis dengan mudah? mungkin banyak teman-teman yang sudah mengetahui, iya situs Blogger yang disediakan secara gratis.

Setiap orang yang mempunyai handphone android bahkan tipe terendah pun bisa menggunakan situs blogger ini. Cara daftar akunnya juga mudah tinggal masukkan alamat email dan password untuk menyambungkan dengan situs blogger ini. Banyak sekali tutorial pembuatan blogger di youtube atau di artikel-artikel lainnya di internet tentang tutorial membuat blogger.

Saya terinspirasi membuat blog awalnya dari bapak dosen Dr. Habibie Yusuf. Waktu itu ada mata kuliah profesi keguruan dan beliau meminta semua mahasiswa untuk mengupload makalah yang telah dikerjakan di blog. Namun, setelah itu blog saya nganggur tidak saya akses kembali. Hingga saya bertemu dengan Dr. Ngainun Naim di kelas pascasarjana yang memotivasiku untuk menulis kembali di blog yang telah saya buat dahulu.

Blog saya yang beralamat herdiksumsel.blogspot.com ternyata masih bisa saya akses dengan email lama saya. Terlihat view dari tulisan makalah yang saya upload mencapai ratusan. Awalnya Dr. Ngainun Naim membagikan alamat blog beliau yaitu spirit-literasi.blogspot.com dan ngainun-naim.blogspot.com. Saya mulai tertarik dengan akun blog ngainun-naim.blogspot.com. Ternyata di dalam blog tersebut banyak tulisan tentang perjalanan beliau saat berkunjung di suatu tempat atau bahkan kegiatan sehari-hari beliau. Saya yang dulu mengira nulis di blog itu hanya upload tulisan-tulisan makalah, namun sekarang termotivasi untuk mengisi blog dengan tulisan-tulisan keseharian saya. Memang berat awalnya namun, dengan istiqomah menulis cerita menjadikan kebiasaan sehingga menjadi menulis menjadi menyenangkan. Dan akhirnya saya bisa berdamai dengan menulis.

Banyak seminar-seminar tentang menulis yang mungkin gratis untuk diikuti. Seperti yang pernah saya ikuti yaitu diskusi online via aplikasi zoom yang diselenggarakan kampus desa yang diisi oleh Dr. Ngainun Naim dan Bapak Mohammad Mahpur. Memang banyak sekali keuntungan mengikuti diskusi secara langsung melalui media sosial seperti zoom ini. Seperti halnya, kita bisa mencari tempat ternyaman di rumah untuk menyimak penjelasan narasumber. Suasana seperti ini menjadikan kita lebih fokus untuk menyimak setiap untaian kata yang disampaikan para narasumber.

Dalam diskusi online yang berjudul serial medayoh online banyak sekali ilmu yang saya dapatkan. Awal mula saya kesulitan masuk karena belum mendapatkan ID zoom nya. Setelah saya menghubungi Dr. Ngainun Naim kemudian beliau memberi ID tersebut dan akhirnya saya bisa mengikuti diskusi walau agak terlambat. Sebanyak 25 peserta yang mengikuti diskusi tersebut dan bisa dikatakan beliau semua adalah para dosen-dosen hebat. Sungguh momen yang sangat luar biasa bagi saya bergabung dengan para dosen-dosen hebat ini.

Kunci utama seseorang bisa menulis adalah yakin kata Dr. Ngainun Naim dalam diskusinya. Ketika ada orang tidak mempunyai keyakinan bisa menulis, maka orang tersebut tidak akan bisa menulis. Ketakutan akan tulisan yang buruk atau akan dikritik habis-habis itu hanyalah permasalahan mental saja menurut Dr. Ngainun Naim. Menulis tidak harus ilmiah melainkan dimulai dari hal sederhana tentang kegiatan sehari-hari atau semacamnya. Masalah  nanti di kritik habis-habisan itu dipikir belakangan pokok tetap menulis saja. Kebanyakan orang yang mengkritik habis-habisan itu adalah orang-orang yang memang bukan seorang penulis karena seorang penulis sendiri pasti menghargai setiap karya tulis yang dihasilkan.

Ada tips-tips menulis yang dibagikan Dr. Ngainun Naim dalam diskusinya. Pertama. Menulis setiap hari minimal 5 paragraf. Dr. Ngainun Naim sendiri mengajarkan untuk menulis dengan metode ngemil, maksudnya menulis sedikit demi sedikit akan tetapi istiqomah setiap hari. Kedua. Hilangkan ketakutan saat menulis. Ketika menulis kita harus bisa percaya diri bahwa kita itu bisa menulis. Masalah nanti ada komentar dari orang lain itu bisa dijadikan acuan untuk memperbaiki kualitas tulisan kita. Ketiga. Dilarang menulis sambil mengedit. Memang ketika kita mengetik sebuah kata menggunakan mesin ketik atau keyboard komputer pasti akan ada beberapa kata yang kurang benar. Dr. Ngainun Naim menyarankan agar terus menulis sampai akhir. Ketika tulisan sudah selesai maka tugas kita harus membaca ulang dan mengedit kata-kata yang kurang tadi. Keempat. Membaca. Memang dengan membaca kita akan mendapatkan banyak referensi yang bisa dijadikan bahan tulisan. Dengan membaca berbagai banyak tulisan maka secara spontan kita akan mendapatkan ide-ide baru di dalam setiap paragraf yang akan kita tulis. Dr. Ngainun Naim menyarankan untuk membaca minimal 10 halaman setiap hari. Kelima. Luangkanlah waktu jangan mencari waktu luang. Banyak diantara kita beralasan tidak dapat menulis karena banyaknya kegiatan yang kita lakukan. Imam Ghozali mengajarkan kita membagi waktu dalam 3 golongan yaitu 8 jam untuk ibadah, 8 jam untuk bekerja dan 8 jam untuk istirahat. Dari situ kita pastinya dapat mengontrol waktu beberapa jam saja untuk membaca dan menulis. Memang begitu berat, namun harus kita paksa agar bisa menjadi kebiasaan yang positif.

Bila kita belajar dari ulama salafi dulu maka kita bisa termotivasi untuk menulis. Para ulama terdahulu telah menulis berbagai banyak kitab seperti kitab-kitab fiqh, tasawuf dan lain sebagainya. Berapa puluh tahun masa kitab tersebut pastinya sangat lama namun, isi pembahasan kitab tersebut masih memberikan manfaat yang luar biasa di zaman modern seperti sekarang. Sama kita pun juga bisa memberikan manfaat ilmu melalui tulisan kita dan itu akan menjadi amal jariyah kita karena salah satu amal yang tidak terputus adalah ilmu yang bermanfaat.

Mari belajar menulis dari sekarang dimulai dengan hal sederhana dalam pengalaman kehidupan kita. Rajin membaca kitab dan buku agar kualitas tulisan kita menjadi lebih baik. Janganlah kita memikirkan mendapatkan materi dari tulisan yang kita dapat. Anggap saja dengan membaca dan menulis adalah sebuah kegiatan yang positif dan semoga dengan lantaran itu dapat menjauhkan kita dari perbuatan buruk karena yang kita lakukan adalah perbuatan yang positif.

Pemanfaatan aplikasi zoom, vmeet atau semacamnya juga sangat membantu kita untuk saling berinteraksi satu sama lain. Saling berbagi tips-tips untuk menulis. Mengadakan diskusi literasi dengan para penulis akan menjadikan spirit literasi bagi para penulis pemula yang mengikuti diskusi tersebut.

Dalam diskusi yang diadakan oleh kampus desa ini sangatlah memberikan dampak positif bagi saya pribadi. Diskusi dengan tema serial medayoh online menjadikan sarana untuk saling curhat tentang tulis menulis. Banyak para peserta yang pada waktu seminar langsung terkadang tidak mau bersuara namun, ketika berdiskusi secara virtual banyak yang bertanya atau bercerita tentang semangat menulisnya.

Diharapkan diskusi semacam ini dilakukan secara rutin. Apalagi kalau setelah kita berdiskusi semua peserta disuruh menulis hasil diskusi secara visual dan kemudian dijadikan buku dari tulisan-tulisan tersebut. Tentu ini akan menjadikan semangat tersendiri bagi para penulis pemula seperti saya. Selain itu kegiatan diskusi semacam ini juga bisa sebagai sarana silaturahmi dan memperbanyak pertemanan serta juga saling membagikan ilmu-ilmu yang telah didapatkan.


Tetap semangat menulis. Satu kalimat dari Dr. Ngainun Naim “Berdamailah Dengan Menulis”


Tulungagung, 11 Oktober 2021



Post a Comment

Previous Post Next Post
Literasi

Jasa Skripsi