Bang RE |
Pernah suatu ketika, terdapat sosok pria yang mengagumi
perempuan bersuara emas, dan bersenyumkan madu. Pria itu adalah pribadi yang
giat nan gigih dalam berproses, ia selalu yakin atas segala tindakan dan
keputusan. Terlepas dari itu, kemapuanya dari segi spiritual juga sangat kokoh
sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan yang esa.
Perjalanaya dalam berthalabul’ilmi, telah membawanya
bertemu kepada seseorang. Perihal rasa, yang sesungguhnya belum tentu
mengandung makna, dan bahkan bisa jadi sekedar ujian saja. Sering kali, pria
itu mendengarkan lantunan merdu yang menembus kalbu, seolah suara itu menambah
binar istimewa diraut wajah perempuan itu. Gadis kalem yang membuatnya seolah
terlempar kedalam jurang asmara.
Hari demi hari terus berlalu, dalam setiap aktivitasnya
berthalabul’ilmi memberikan ruang keduanya untuk sering bertemu. Hingga kala
itu, alam telah mengujinya, yang semakin hari semakin terbayang oleh indah senyum
gadis bersuara emas itu. Sebagai manusia biasa, pria itu tak mampu melepaskan
diri dari penjara hati yang terlanjur semakin merindu.
Tatkala mereka bertemu, gadis itu tak sukar menebar
senyum karna keduanya memiliki hubungan baik dalam berteman. Namun tidak dengan
yang dirasakan oleh pria itu, semakin sering ia menatap senyum gadis bersuara
emas, semakin membekas dalam kalbunya.
Memang aneh, laki-laki itupun tak bisa menjelaskan,
mengapa ia begitu terjerat oleh gelombang kalbu. Baginya, satu senyum yang ia
saksikan tatkala bertemu dengan gadis yang ia kagumi itu, selesai sudah kebahagiaan
dalam hidupnya, seolah ia rela menukar hidupnya dengan sepenggal senyuman itu.
Sungguh peristiwa yang tidak adil, bahaimana tidak? Dalam
kondisi jiwa yang terlanjur menuhankan cinta, pria itu harus memerangi dirinya,
karna perkara yang tak mungkin baginya untuk melakukan tindakan yang dapat
menjadi penghambat atas sesuatu yang selama ini ia cita-citakan. Disisi lain,
hatinya terjebak oleh asmara, terlepas dari itu ia harus menahan diri dari rintangan,
karna ia tau bahwa perkara asmara dapat menjadi penghambat atas proses yang
selama ini diperjuangkanya.
Mungkin saja, setiap orang akan kecewa, bahkan siapapun yang membaca kisah ini, karna selain cerita ini fiktif, pria itu ternyata penulis cerpen ini, dan ia adalah pria dalam narasi ini. Yang mungkin saja lebih menjengkelkan lagi, narasi dalam cerita ini terpotong hanya disini, karna pria itu sulit merasionalisasikan ide sastra dalam imajinasinya...
Mohon maaf ya, cerita ini Cuma boong. Hehe...
Tulungagung, 27 September 2021